Baca Juga
HIJABERSWORLD.COM---Kehadiran berbagai media sosial seperti facebook, twitter dan instagram membuat sebagian orang mempunyai hobi baru yaitu up date status. Bukan hanya sebagai hobi, up date status malahan sudah menjadi suatu rutinitas yang wajib dilakukan setiap harinya.
Mulai saat orang bangun pagi, yang pertama kali dibuka adalah akun sosial entah itu facebook, twitter, maupun instagram. Terkadang sebagian dari kita bukannya berdoa di waktu shubuh tetapi yang pertama kali kita lakukan adalah up date status “selamat pagi“.
Begitu pun menjelang tidur, bagi sebagian kita tidur rasanya enggak afdhal kalau belum pamit ke media sosial. Kalau diingat-ingat dan dipikirkan ulang, serem juga ya doa sebelum dan sesudah tidur tanpa disadari malah terganti ritual lapor media sosial.
Status yang diposting pun bermacam-macam rupanya. Ada yang sekedar menyapa bermaksud menyambung silaturahim, dakwah dengan tulisan, memposting kutipan-kutipan kalimat motivasi, berbagi inspirasi, curhat masalah kehidupan bahkan ada yang membuka aibnya sendiri. Kalau yang terakhir ini ngeri ya Sob. Pokoknya pengguna bebas mau menulis dan memposting apa saja yang diinginkan.
Memanfaatkan media sosial sebenarnya sah-sah saja untuk kita. Media sosial memang dirancang agar kita bisa saling berbagi dan bertukar informasi dengan banyak orang. Tapi kita tetap harus waspada karena sering terlena dan lupa tentang batasannya. Saking tergantungnya dengan media sosial, sebagian dari kita sering kebablasan memposting segala hal. Misalnya, menceritakan kegiatan yang berhubungan dengan ibadah. Sudah tidak asing bagi kita melihat status-status tentang ibadah seperti ini :
“Alhamdulilah, sampai juga puasa hari ini”
“Alhamdulillah, baru saja memberi santunan kepada anak yatim”
“Selesai juga dua rakaatan pagi ini”
“Kupanjatkan doa padaMu di sepertiga malam terakhir ini ya Allah”
“Shalat jamaah bareng suami,”
“Akhirnya, umrah juga.”
Bahkan sebagian kita juga mungkin menjumpai orang yang kita kenal dengan sengaja memposting foto-foto yang dikondisikan seolah-olah sedang beribadah seperti shalat, mengaji dan berdoa agar terlihat shaleh. Tidak hanya itu, tak aneh juga kita melihat seseorang yang berfoto dengan para anak yatim piatu yang baru saja disantuninya dengan menunjukkan dengan jelas besar nominal yang diberikannya.
Allah telah dengan tegas mengatakan bahwa sedekah yang diberikan secara sembunyi-sembunyi jauh lebih baik agar terjaga niat dan keikhlasannya. Allah menyukai hambanya yang beribadah dengan sembunyi-sembunyi agar terjaga kualitasnya seperti dzikir dan shalat tahajud ketika orang sedang tidur. Mempostingnya di media sosial membuat kita seolah-olah sengaja memberi tahu seluruh dunia kalau kita sedang berbuat kebaikan.
Kita tentunya paham sekali, bahwa status-status yang kita posting di media sosial akan dilihat dan akan mendapat respon dari pengguna lain. Itu sebabnya pencipta media sosial juga menambahkan menu suka, dan komentar agar setiap postingan kita bisa mendapat respon. Jika status yang kita posting adalah status-status kegiatan biasa tentu tidak ada yang perlu dipikirkan ulang.
Bagaimana kalau yang kita posting adalah tentang ibadah seperti contoh diatas? Lalu respon apa yang diinginkan? Berharap banyak yang menyukai? Atau berharap komentar pujian? Astagfirullah, kalau sudah itu yang terjadi, kita sudah terjebak ke dalam salah satu dosa yang mampu menghanguskan segala pahala kita yaitu riya.
Seperti yang telah kita ketahui, riya adalah salah satu sikap suka menampilkan diri dalam beramal agar amal tersebut dilihat oleh orang lain dengan maksud mendapat pujian dan simpati orang lain. Riya bukanlah sebuah dosa yang sepele.
Riya merupakan dosa syirik kecil karena kita mempersekutukan Allah dengan manusia. Kita beribadah bukan ikhlas karena Allah melainkan ingin mendapatkan simpati dari manusia. Akibat dari sikap riya pun tidak tanggung-tanggung. Allah akan menghilangkan pahala dari ibadah yang kita lakukan jika sudah menyusup sifat riya di dalam hati kita.
Allah berfirman dalam Surah Al Baqarah ayat 264 yang berbunyi:
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”
Dalam salah satu haditsnya Rasulullah juga pernah bersabda : “Sesungguhnya yang paling ditakutkan dari apa yang saya takutkan menimpa kalian adalah Asy syirkul ashghar (syirik kecil) maka sahabat bertanya apa itu sirik kecil. Beliau menjawab “Riya” .”(H.R Ahmad dan Mahmud Bin Labid)
Manusia memang rentan dengan sifat riya karena fitrahnya manusia suka dipuji. Nah, dengan adanya media sosial yang berkembang saat ini, bisa saja semakin meningkatkan potensi riya. Apapun yang kita lakukan bisa kita beritahu ke seluruh dunia dalam waktu beberapa detik saja.
Terkadang mungkin kita berfikir ini biasa. Tapi sungguh Sobat, riya bukanlah dosa yang biasa. Ketika kita memberi tahu dunia, tanpa sadar kita ingin melihat respon mereka sehingga membuat kita lupa tujuan kita beribadah sebenarnya hanya untuk Allah bukan supaya dipuji manusia dan dianggap baik di mata manusia.
Kita harus berhati-hati dan bijak menyikapi perkembangan yang ada. Tak perlu ikut-ikutan seperti yang lain. Allah menyuruh kita untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, bukannya berlomba-lomba mempublikasikan kebaikan. Kita disuruh Allah untuk beribadah ikhlas kepadaNya, bukan untuk menarik simpati manusia. Cukuplah ibadah menjadi rahasia kita dengan Sang Pencipta. Karena dengan demikian kualitas dan keikhlasannya akan terjaga.
***
Memang segala sesuatu tergantung dengan niatnya. Niat hanya manusia itu sendiri dan Allah yang tahu. Begitu juga dengan publikasi ibadah di media sosial. Mungkin niat awalnya tidaklah untuk riya. Namun, sebagai manusia biasa, sungguh mampukah kita untuk menjaga kelurusan niat?
Jika Sobat bisa menjamin diri Sobat tidak terpengaruh dengan pujian dan niatnya lurus, tidak ada masalah. Jika tidak, semua ibadah yang dilakukan hanya akan bernilai nihil. Terlepas dari bisa menjaga niat yang lurus atau tidak, yuk mulai sekarang, sama-sama waspada sebelum memposting status. Mari memilah status yang akan dipublikasikan. Jangan sampai deh ibadah kita hangus karena riya di media sosial. Ready? :-) []
Penulis : Yefra Desfita Ningsih
Mulai saat orang bangun pagi, yang pertama kali dibuka adalah akun sosial entah itu facebook, twitter, maupun instagram. Terkadang sebagian dari kita bukannya berdoa di waktu shubuh tetapi yang pertama kali kita lakukan adalah up date status “selamat pagi“.
Social media sign.Photo:adweek.com
Begitu pun menjelang tidur, bagi sebagian kita tidur rasanya enggak afdhal kalau belum pamit ke media sosial. Kalau diingat-ingat dan dipikirkan ulang, serem juga ya doa sebelum dan sesudah tidur tanpa disadari malah terganti ritual lapor media sosial.
Status yang diposting pun bermacam-macam rupanya. Ada yang sekedar menyapa bermaksud menyambung silaturahim, dakwah dengan tulisan, memposting kutipan-kutipan kalimat motivasi, berbagi inspirasi, curhat masalah kehidupan bahkan ada yang membuka aibnya sendiri. Kalau yang terakhir ini ngeri ya Sob. Pokoknya pengguna bebas mau menulis dan memposting apa saja yang diinginkan.
Memanfaatkan media sosial sebenarnya sah-sah saja untuk kita. Media sosial memang dirancang agar kita bisa saling berbagi dan bertukar informasi dengan banyak orang. Tapi kita tetap harus waspada karena sering terlena dan lupa tentang batasannya. Saking tergantungnya dengan media sosial, sebagian dari kita sering kebablasan memposting segala hal. Misalnya, menceritakan kegiatan yang berhubungan dengan ibadah. Sudah tidak asing bagi kita melihat status-status tentang ibadah seperti ini :
“Alhamdulilah, sampai juga puasa hari ini”
“Alhamdulillah, baru saja memberi santunan kepada anak yatim”
“Selesai juga dua rakaatan pagi ini”
“Kupanjatkan doa padaMu di sepertiga malam terakhir ini ya Allah”
“Shalat jamaah bareng suami,”
“Akhirnya, umrah juga.”
Bahkan sebagian kita juga mungkin menjumpai orang yang kita kenal dengan sengaja memposting foto-foto yang dikondisikan seolah-olah sedang beribadah seperti shalat, mengaji dan berdoa agar terlihat shaleh. Tidak hanya itu, tak aneh juga kita melihat seseorang yang berfoto dengan para anak yatim piatu yang baru saja disantuninya dengan menunjukkan dengan jelas besar nominal yang diberikannya.
Allah telah dengan tegas mengatakan bahwa sedekah yang diberikan secara sembunyi-sembunyi jauh lebih baik agar terjaga niat dan keikhlasannya. Allah menyukai hambanya yang beribadah dengan sembunyi-sembunyi agar terjaga kualitasnya seperti dzikir dan shalat tahajud ketika orang sedang tidur. Mempostingnya di media sosial membuat kita seolah-olah sengaja memberi tahu seluruh dunia kalau kita sedang berbuat kebaikan.
Kita tentunya paham sekali, bahwa status-status yang kita posting di media sosial akan dilihat dan akan mendapat respon dari pengguna lain. Itu sebabnya pencipta media sosial juga menambahkan menu suka, dan komentar agar setiap postingan kita bisa mendapat respon. Jika status yang kita posting adalah status-status kegiatan biasa tentu tidak ada yang perlu dipikirkan ulang.
Bagaimana kalau yang kita posting adalah tentang ibadah seperti contoh diatas? Lalu respon apa yang diinginkan? Berharap banyak yang menyukai? Atau berharap komentar pujian? Astagfirullah, kalau sudah itu yang terjadi, kita sudah terjebak ke dalam salah satu dosa yang mampu menghanguskan segala pahala kita yaitu riya.
Seperti yang telah kita ketahui, riya adalah salah satu sikap suka menampilkan diri dalam beramal agar amal tersebut dilihat oleh orang lain dengan maksud mendapat pujian dan simpati orang lain. Riya bukanlah sebuah dosa yang sepele.
Riya merupakan dosa syirik kecil karena kita mempersekutukan Allah dengan manusia. Kita beribadah bukan ikhlas karena Allah melainkan ingin mendapatkan simpati dari manusia. Akibat dari sikap riya pun tidak tanggung-tanggung. Allah akan menghilangkan pahala dari ibadah yang kita lakukan jika sudah menyusup sifat riya di dalam hati kita.
Allah berfirman dalam Surah Al Baqarah ayat 264 yang berbunyi:
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”
Dalam salah satu haditsnya Rasulullah juga pernah bersabda : “Sesungguhnya yang paling ditakutkan dari apa yang saya takutkan menimpa kalian adalah Asy syirkul ashghar (syirik kecil) maka sahabat bertanya apa itu sirik kecil. Beliau menjawab “Riya” .”(H.R Ahmad dan Mahmud Bin Labid)
Manusia memang rentan dengan sifat riya karena fitrahnya manusia suka dipuji. Nah, dengan adanya media sosial yang berkembang saat ini, bisa saja semakin meningkatkan potensi riya. Apapun yang kita lakukan bisa kita beritahu ke seluruh dunia dalam waktu beberapa detik saja.
Terkadang mungkin kita berfikir ini biasa. Tapi sungguh Sobat, riya bukanlah dosa yang biasa. Ketika kita memberi tahu dunia, tanpa sadar kita ingin melihat respon mereka sehingga membuat kita lupa tujuan kita beribadah sebenarnya hanya untuk Allah bukan supaya dipuji manusia dan dianggap baik di mata manusia.
Kita harus berhati-hati dan bijak menyikapi perkembangan yang ada. Tak perlu ikut-ikutan seperti yang lain. Allah menyuruh kita untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, bukannya berlomba-lomba mempublikasikan kebaikan. Kita disuruh Allah untuk beribadah ikhlas kepadaNya, bukan untuk menarik simpati manusia. Cukuplah ibadah menjadi rahasia kita dengan Sang Pencipta. Karena dengan demikian kualitas dan keikhlasannya akan terjaga.
***
Memang segala sesuatu tergantung dengan niatnya. Niat hanya manusia itu sendiri dan Allah yang tahu. Begitu juga dengan publikasi ibadah di media sosial. Mungkin niat awalnya tidaklah untuk riya. Namun, sebagai manusia biasa, sungguh mampukah kita untuk menjaga kelurusan niat?
Jika Sobat bisa menjamin diri Sobat tidak terpengaruh dengan pujian dan niatnya lurus, tidak ada masalah. Jika tidak, semua ibadah yang dilakukan hanya akan bernilai nihil. Terlepas dari bisa menjaga niat yang lurus atau tidak, yuk mulai sekarang, sama-sama waspada sebelum memposting status. Mari memilah status yang akan dipublikasikan. Jangan sampai deh ibadah kita hangus karena riya di media sosial. Ready? :-) []
Penulis : Yefra Desfita Ningsih
Yuk Waspada : Ibadah Hangus Karena Riya di Media Sosial, Jangan Sampai Deh
4/
5
Oleh
Editor